Takjub dengan Berbagai Budaya Sunda yang Tercatat di Museum Sri Baduga
Ujwarfirdaus.com – Suara riuh dan tawa puluhan anak menyambar telinga saya saat masuk ke lingkungan Museum Sri Baduga. Karena ini pertama kalinya saya masuk ke museum tersebut, saya cukup kaget dengan situasi itu. Jadi, Museum Sri Baduga sering dijadikan tempat belajar anak-anak sekolah dasar? Atau mereka kebetulan sedang mengunjugi museum tersebut? Apa pun itu, saya merasa terharu karena ternyata museum masih dikunjungi oleh anak-anak kecil, yang jelas akan menjadi penerus untuk menyampaikan informasi tentang apa pun yang ada di dalamnya.
Di sisi lain, saya dan sahabat yang mengunjungi Museum Sri Baduga pada Selasa, 6 Juni 2023, cukup terkejut karena lapangan parkir yang ada di pojok kiri terlihat kosong melompong. Hanya ada beberapa kendaraan bermotor dan beberapa mobil yang saya duga kendaraan milik karyawan museum tersebut. Mungkin karena ini hari kerja, jadi tidak banyak yang berkunjung?
TIKET DAN TATA CARA MASUK MUSEUM
Setelah menyimpan motor di parkiran, kami langsung bertanya kepada satpam yang sedang berjaga di depan perihal pembelian tiket. Berkat informasi dari satpam yang ramah tersebut, saya tahu bahwa pembelian tiket tepat ada di tengah-tengah gedung. Saat masuk ke lingkungan Museum Sir Baduga, kami tinggal berjalan lurus. Di sana akan ada loket pembelian tiket.
“Harga tiketnya berapa, Pak?” tanya teman saya.
“Tiga ribu rupiah, Kak,” jawabnya ramah.
Jujur, saya terbengong saat pengurus tiket menyebutkan harga tiket. Jauh di bawah harga-harga wisata Bandung yang rata-rata dipatok 20 ribu ke atas. Apa mungkin peminat miseum sedikit sehingga harga tiketnya murah? Atau karena memang tempat budaya, pemerintah sengaja menyediakan harga tiket yang murah? Apa pun itu, saya justru senang dengan harga tiket yang pas dikantong. Jika biasanya uang tiga ribu rupiah saya belikan gorengan atau minuman manis di depan kosan, kini bisa saya pakai masuk museum yang jelas memberikan manfaat untuk saya.
Dokumen Pribadi |
Setelah selesai melakukan pembelian tiket, kami diberi dua lembar tanda pembelian tiket. Di tiket itu pula dituliskan beberapa peraturan selama di museum. Di antaranya: tidak diperkenankan membawa makanan dan minuman, tidak membawa tas, dan tidak berlarian di ruang pamer dan auditorium. Sementara secara umum, kita yang berkunjung ke sana tidak diperkenankan untuk memfoto menggunakan flash, serta tidak menyentuh barang yang ada di museum.
KERAGAMAN BENDA DAN INFORMASI
Sebelum saya berkunjung ke Museum Sri Baduga, saya sempat mencari informasi bahwa Museum Sri Baduga menyediakan berbagai koleksi yang berhubungan dengan kebudayaan sunda. Jadi sudah tidak heran lagi, di ruangan depan, saya disuguhi pemandangan berbagai batu yang ditemukan di Jawa Barat. Selain batu, ruangan depan berisi informasi tentang sejarah masuknya agama Hindu dan Budha di wilayah Jawa Barat, serta berbagai patung-patung yang berkenaan dengan agama tersebut.
Jujur, saya merasa bersemangat untuk melihat satu per satu benda peninggalan sejarah. Saya yang memang senang sekaligus bangga dengan berbagai hal asal daerah sendiri, merasa beruntung bisa kembali memantik rasa ingin tahu saya tentang itu semua. Di sisi lain, saya menyesal karena baru berkunjung ke tempat ini setelah dua tahun ada di bandung. Padahal lokasi Museum Sri Baduga ini hanya 2 kilometer dari tempat tinggal saya.
Di ruangan kedua, saya dihadapkan dengan berbagai sebaran flora dan fauna yang ada di Jawa Barat. Saya tak kalah takjub berada di ruangan ini. Berbagai jenis hewan dari mulai hewan yang masih ada, hingga hewan purba yang sudah punah, informasinya ada di ruangan ini. Bahkan ada beberapa kerangka hewan yang khas, ada di ruangan ini.
KOLEKSI BUDAYA SUNDA YANG JADI BAHAN NOSTALGIA
Setelah puas melihat-lihat di lantai bawah, saya kembali ke ruangan depan. Ternyata, masih ada satu ruangan di sebelah kanan, tepatnya di lantai dua. Saat masuk ke lantai dua, vibes-nya terasa berbeda.
“Merinding banget,” kata teman saya.
“Masa?” tanyaku cuek.
Teman saya merasa takut masuk ruangan itu saking sepinya. Kalau saya sendiri, saya memang merasakan hawa-hawa sakral di ruangan tersebut. Di depan ruangannya, saya disambut oleh patung perempuan yang terlihat seperti sedang mengaji. Belum lagi perihal lampu yang di-sett tidak terlalu terang.
Meskipun ruangan ini berbeda dari ruangan lain, justru saya merasa paling betah di ruangan ini. Setelah menelusuri ke sebelah kiri, saya disambut dengan berbagai informasi soal Baduy yang ada di Banten. Kampung Naga yang ada di Tasikmalaya, berbagai pakaian adat, prasasti, benda-benda yang dipakai oleh orang-orang berpengaruh, jenis mata uang dari zaman ke zaman, berbagai benda yang sering dipakai di budaya sunda, permainan sunda, dan masih banyak lagi.
Mungkin kamu akan bertanya, “Kenapa Ujwar merasa betah di ruangan ini?”
Saya betah karena sadar bahwa pengetahuan saya sangat kurang mengenai budaya sunda. Saya betah karena merasa diingatkan terhadap benda-benda yang pernah saya pakai dan saya lihat di kampung halaman, tetapi sekarang sudah jarang ditemukan. Saya betah karena sadar betapa kayanya suku sunda. Tak henti-hentinya saya mengucap syukur ketika menemukan benda-benda unik di museum.
Sayangnya, saya tidak mengambil satu foto pun di ruangan tersebut. Saking fokusnya melihat banyak hal, saya lupa untuk membuka ponsel untuk sekadar mendokumentasikan. Saya terhipnotis oleh berbagai koleksi benda yang seolah menarik badan saya untuk tetap memperhatikan mereka.
PADA AKHIRNYA ....
Waktu dua jam terasa seperti dua menit ketika berkeliling di museum yang didirikan tahun 1974 itu. Beberapa kali saya berkata kepada teman saya untuk mengelilingi sekali lagi, supaya saya bisa melihat lebih detail keseluruhan benda. Karena ada satu museum yang akan kami kunjungi juga, saya tidak bisa egois untuk berlama-lama di Museum Sri Baduga. Saya hanya berkata jika suatu hari, saya akan ke Museum Sri Baduga lagi, dengan menyediakan waktu lebih lama supaya bisa melihat berbagai koleksi lebih dekat.
Di luar Museum, saya sempat mengambil beberapa foto. Ada foto di depan Kereta Kencana Paksinaga Liman, yang merupakan kereta kencana kesultanan Kanoman Cirebon. Saya juga sempat berfoto dengan Pak Ridwan Kamil (hehehe, saya sudah bahagia meski bukan Pak Ridwan Kamil yang asli). Selain itu, karena memiliki buku yang saya tulis sendiri, saya juga memotret buku di depan lingkungan Museum Sri Baduga.
Dokumen Pribadi |
Dokumen Pribadi |
Petualangan saya di Museum Sri Baduga benar-benar menambah khasanah pengetahuan saya. Jujur, saya makin cinta terhadap suku Sunda dan budaya-budayanya. Saya juga makin bersemangat untuk menggali berbagai hal tentang Sunda. Sebagai anak muda yang tentu akan jadi penerus bangsa, mengunjungi museum seperti ini bisa jadi cara saya supaya sejarah-sejarah itu bisa tetap diingat dan tidak hilang di pikiran.
Ada yang penasaran dengan miseum ini? Bagaimana kalau kita datang bersama, untuk kembali merekatkan ingatan tentang budaya yang harus lestari ini? Saya akan sangat senang jika di antara kamu ada yang termotivasi untuk datang ke sini.
Pada pukul 12.00 siang itu, saya meninggalkan Museum Sri Baduga. Meski saya pergi dari sana, saya bertekat untuk datang kembali di kemudian hari. Saya merasa perlu sering-sering berwisata ke tempat seperti itu. Selain memanjakan badan, saya juga perlu memanjakan pikiran saya untuk berkenalan dengan berbagai pengetahuan baru.
***
Posting Komentar untuk "Takjub dengan Berbagai Budaya Sunda yang Tercatat di Museum Sri Baduga"