Wisata Batu Kuda Manglayang, Dari Hutan Pinus Sampai Batu Bersejarah
Wisata Batu Kuda, Dari Hutan Pinus Sampai Batu Bersejarah
Dokumen pribadi |
Ujwarfirdaus.com – Saya berdiri tegak setelah menanjak
sekitar sepuluh menit. Sementara, teman yang berada di depan mendadak berhenti,
kemudian menyorotkan senter dari ponselnya ke belakang, ke arah saya.
“Kamu mah jalan sendiri aja. Bentar dong!” ungkapku kesal.
“Gelap nih.”
Dia hanya tertawa. Mungkin saking semangatnya, dia lupa
kalau sebenarnya datang berdua dengan saya.
***
Batu kuda adalah bumi perkemahan yang berada di bawah kaki
gunung Manglayang, Bandung. Tempat itu menjadi wishlist kami saat melihat
kepopulerannya di Tiktok. Bagi saya yang bukan pendaki, bisa berkemah di kaki
gunungnya saja sudah senang. Lagipula, teman saya juga hanya ingin menarik diri
dari mumetnya kerjaan. Dia merasa dengan berkemah saja sudah cukup. Nggak harus
naik ke gunungnya yang tinggi.
Sore itu, tepatnya pada hari Senin, 10 Juli 2023, saya dan
teman berangkat pukul empat sore dari kosan saya. Sudah tahu kan sore hari
gimana? Macet. Sepanjang jalan Soekarno Hatta, saya nyaris merutuk karena
memang sepadat itu. Ya, namanya juga jam-jam pulang kerja, pasti macet.
Sayangnya, teman saya juga kerja, jadi mau nggak mau harus berangkat di sore
hari. Ya, apa boleh buat?
Nah, keberangkatan sore hari itulah yang membuat kami harus
melakukan pendakian pada malam hari. Kami baru sampai di lokasi pukul setengah
tujuh. Meski cuma hiking beberapa ratus meter dari titik kedatangan, tetap saja
bikin ngos-ngosan. Belum lagi saya menggendong tas berisi banyak barang. Duh,
lengkap sudah.
HARGA TIKET MASUK BATU KUDA MANGLAYANG
Untuk bisa berkemah di Batu Kuda, kita hanya perlu
mengeluarkan uang 15.000 per orang dan biaya kendaraan motor sebesar 5.000
rupiah. Pulangnya, ada penagihan parkir motor seikhlasnya. Menurut saya
sendiri, harga masuknya terbilang murah. Apalagi, nggak ada biaya-biaya lain
selain itu. Jadi menurut saya worth it-lah untuk para pengunjung.
KEGIATAN SERU SELAMA KEMPING DI BATU KUDA
Setelah naik sekitar 15 menit dari titik kedatangan, saya
dan sahabat saya sempat sedikit linglung. Masalahnya, itu pukul 7 malam. Meski
belum malam-malam banget, tetap saja kurang leluasa ketimbang siang. Apalagi,
kami menemui satu kelompok orang yang sedang berkemah. Entah anak organisasi
atau apa, yang jelas saat mendekati mereka, vibes-nya menyeramkan sekali. Entahlah.
Mungkin itu cuma perasaan saya saja. Apalagi di pinggir-pinggir tenda mereka
berkibar bendera yang membuat suasana malam terasa menegangkan.
“Mau bangun tenda di sini aja?” tanya teman saya.
“Bebas aja sih.” Saya menjawab setelah duduk di atas tanah.
“Saya mah bebas. Soalnya pemula juga dalam hal berkemah.”
Teman saya kelihatan ragu. Dia memilih bertanya ke salah
satu orang yang ada di kelompok itu. Dia menanyakan di mana puncak batu kuda
yang terdapat banyak pekemah lain. Nah beberapa saat kemudian, sahabat saya
datang lagi.
“Mereka kayak orang linglung. Ditanya malah ngeliatin. Terus
suaranya nggak jelas.” Teman saya menjelaskan.
“Lah, mungkin bukan orang Sunda kali. Jadi dia nggak ngerti bahasamu.”
Teman saya angkat bahu.
“Jadi mau di sini?” tanya saya memastikan.
“Aku ke bawah dulu deh buat nyari posisi. Aku merasa nggak
enak ada di sini.”
Saya mengangguk meski rada ragu. Bayangin aja. Saya ditinggal
sendirian di posisi paling atas. Kemudian berdekatan dengan tenda sekelompok
orang yang kata teman saya ‘aneh’. Pikiran saya langsung melayang ke berbagai
asumsi dan ketakutan. Terutama soal kisah-kisah horor di pegunungan yang bikin
saya sampai merinding.
Sepanjang saya menunggu, saya bolak-balik ke arah yang lebih
bawah. Melihat keberadaan sahabat saya. Takut gimana-gimana. Untungnya sahabat
saya nongol ditandai dengan sentar dari HP. Saat datang, dia langsung bilang,
“Di bawah aja. Aku udah nemu tempat. Dekat dengan salah satu
tenda lain. Jangan di sini.”
Saya akhirnya bisa bernapas dengan lega.
Saat itu juga, kami langsung kembali ke bawah. Setelah sampai posisi, kami membangun tenda, membereskan semua barang, memasak, hingga tidur karena kecapean. Paginya, kami cerita-cerita tentang keseraman pada malam hari.
Ini kami saat membereskan barang |
makan malam setelah capek membangun tenda |
ADA APA SAJA DI BATU KUDA MANGLAYANG?
Setelah mengetahui posisi Batu Kuda, akhirnya saya mengerti
bahwa sebenarnya kami salah jalan. Saya malah berjalan ke sisi kanan yang tentu
saja semakin atas, semakin jarang yang membangun tenda. Semalam saja hanya nemu
satu kelompok kan?
Nah, yang banyak tenda dari para pengunjung itu area bawah
plus area atas sebelah kiri. Sebab di area atas kiri itu memang menghadap ke
kota Bandung yang menampilkan views Bandung. Kalau malam hari, kita bisa
melihat citylight Bandung dari sisi kiri.
Selain itu, ada semacam dermaga di posisi atas. Di sanalah
saya bisa melihat Bandung. Bahkan Masjid Aljabbar yang sangat nge-hits di
Bandung. Meski dilihat pagi hari, ternyata Bandung indah juga dari kejauhan.
Bandung dari atas |
Sepanjang hari, saya dan sahabat hanya jalan-jalan di
sekeliling lokasi. Sebagai konten kreator, saya juga take beberapa video untuk
konten. Intinya kami menjadikan kegiatan kemah ini untuk santai-santai karena
tujuannya kan memang buat nyantai dan merenung. Baru di sore hari, kami
memutuskan untuk jalan ke batu bersejarah yaitu Batu Kuda, sesuai nama dari
tempat ini.
Proses jalan ke Batu Kuda cukup jauh dari perkemahan. Teman
saya bahkan beberapa kali mengeluh karena nggak sampai-sampai. Kata saya,
“Apalagi kalau beneran mendaki ke Puncak Manglayang ya? Baru sampai sini aja
udah begini.”
Terus teman menjawab, “Saya nggak biasa jalan jauh, jadi berasa
capek banget.”
Saya hanya mengangguk-angguk. Padahal dia yang senang hiking
bahkan meracuni saya ikut kemah ke beberapa tempat perkemahan di Bandung. Eh,
malah dia yang nggak kuat. Seketika, hidung saya terbang karena merasa bangga.
SITUS BATU KUDA
Situs Batu Kuda ini berupa batu besar yang konon katanya
sudah ada sebelum Islam masuk ke daerah sini. Ada saung di pinggir Batu Kuda,
mungkin untuk wisatawan yang mau beristirahat atau penjaga batu? Ada pula
tulisan besar “DILARANG MESUM DI SINI” di bawah batu.
Situs Batu Kuda |
Saya terkejut sih pas lihat tulisan itu. Apa memang benar
masih ada orang nakal di situs peninggalan sejarah? Tapi dugaan saya, adanya
tulisan itu membuktikan bahwa mungkin sebelum-sebelumnya ada orang nekat
melakukan ‘sesuatu’ di sana. Makannya, dipasingi tulisan sebagai pengingat.
Jujur, keadaan lingkungan batu itu sepi banget. Nyeremin
pula. Saya sedikit merasakan hawa-hawa nggak enak meski tidak saya utarakan.
Ah, perasaan aku aja, pikir saya pada saat itu. Saya hanya berusaha mengobrol
sambil duduk-duduk di sekitar sana.
Setelah selesai melihat-lihat Batu Kuda, sebelum magrib kami
kembali pulang. Malamnya, saya mengajak teman untuk naik ke darmaga, melihat
citylight Bandung.
Citylight Bandung |
Pada awalnya, teman saya keberatan. Capek, katanya. Terus
saya memaksa, karena bagi saya, sayang banget jika tidak melihat yang
indah-indah. Akhirnya dia mau meski pas sampai atas ngos-ngosan parah. Dia
memang tidak terbiasa jalan. Olahraga aja sudah nggak pernah. Kerja, kerja,
kerja. Kalau libur, tidur. Saya sempat nyeletuk, “Makanya, biasain jogging kalo
pagi. Biar badanmu kuat.” Dia Cuma mengangguk-angguk. Entah dengerin omongan
saya atau cuma sebatas menjawab supaya saya nggak ngoceh lagi.
KESAN SETELAH BERKEMAH DI BATU KUDA MANGLAYANG
Selama dua hari satu malam itu, saya senang bisa ada di Batu
Kuda. Sebab hari-hari saya yang mumet pada akhirnya bisa sedikit terlupakan
dengan berkemah. Apalagi, perkemahan Batu Kuda itu serba ada. Mau warung, banyak.
Toilet dan mushola pun ada. Jadi ketika mau ibadah pun gampang sekali. So yeah,
saya nggak nyesel datang ke Batu Kuda.
Anyway, ada rencana berkemah bareng teman atau keluarga?
Coba datang ke Batu Kuda Manglayang deh. Ini salah satu tempat wisata yang
kurekomendasikan.
Posting Komentar untuk "Wisata Batu Kuda Manglayang, Dari Hutan Pinus Sampai Batu Bersejarah"